DEFINISI ETIKA, PRINSIP ETIKA, PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS DAN ETICHAL GOVERNANCE
ETIKA
MENURUT BEBERAPA AHLI
Dalam kehidupan bermasyarakat selalu
memiliki tatacara yang baik untuk bertindak, aturan tersebut disebut dengan
etika. Secara umum etika merupakan sebuah aturan dan perilaku, serta cara
mengetahui hal-hal baik dan buruk dalam kehidupan yang berperingai sesuai
dengan norma dan adat. Sedangkan dalam etimologi, etika berasal dari bahasa
Yunani kuno “ethikos” yang berarti “timbul dari kebiasaan”.
Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Secara
metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi
. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika
adalah tingkah laku manusia.
Pengertian Etika Menurut Para Ahli
Ada beberapa para ahli yang mengungkapkan
pengertian-pengertian etika. Diantaranya:
1.
James J. Spillane SJ
Etika ialah
mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambi suatu
keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan
akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya
serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.
2.
Prof. DR. Franz Magnis Suseno
Etika
merupakan suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan dan pijakan kepada tindakan
manusia.
3.
Soergarda Poerbakawatja
Etika
merupakan sebuah filsafat berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan
buruknya tindakan dan kesusilaan.
4.
Drs. H. Burhanudin Salam
Mengungkapkan
bahwa etika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai
-nilai dan norma yang dapat menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.
5.
Drs. O.P. Simorangkir
Menjelaskan
bahwa etika ialah pandangan manusia terhadap baik dan buruknya perilaku manusia.
6.
A. Mustafa
Mengungkapkan
etika sebagai ilmu yang menyelidiki terhadap perilaku mana yang baik dan yang
buruk dan juga dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang telah
diketahui oleh akal pikiran.
7.
W.J.S. Poerwadarminto
Menjelaskan
etika sebagai ilmu pengetahuan mengenai asas-asas atau dasar-dasar moral dan
akhlak.
8.
Drs. Sidi Gajabla
Menjelaskan
etika sebagai teori tentang perilaku atau perbuatan manusia yang dipandang dari
segi baik & buruknya sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.
9.
Bertens
Etika
merupakan nilai dan norma moral yang menjadi acuan bagi manusia secara individu
maupun kelompok dalam mengatur segala tingkah lakunya.
10. Ahmad Amin
Mengemukakan
bahwa etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang
harus dicapai manusia dalam perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
11.
Hamzah Yakub
Etika
merupakan ilmu yang menyelidiki suatu perbuatan mana yang baik dan buruk serta
memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal
pikiran.
12.
Aristoteles
Mengemukakan
etika kedalam dua pengertian yakni: Terminis Technicus & Manner and Custom.
Terminius Technicus ialah etika dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari suatu problema tindakan atau perbuatan manusia. Sedangkan yang
kedua yaitu, Manner and Custom ialah suatu pembahasan etika yang terkait dengan
tata cara & adat kebiasaan yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang sangat
terikat dengan arti ‘baik & buruk” suatu perilaku, tingkah laku atau
perbuatan manusia.
13.
Maryani dan
Ludigdo
Mengemukakan
etika sebagai seperangkat norma, aturan atau pedman yang mengatur segala
perilaku manusia, baik yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan yang
dianut oleh sekelompok masyarakat atau segolongan masyarakat.
14.
Martin
Mengemukakan
bahwa etika ilah suatu disiplin ilmu yang berperan sebagai acuan atau pedoman
untuk mengontrol tingkah laku atau perilaku manusia.
15.
Menurut KBBI
Etika ilah
ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral, sekumpulan
asa atau nilai-nilai yang berkaitan dengan akhlak. Nilai mengenai benar atau
salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Dalam peradaban sejarah manusia
sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan
berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir
itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great
ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam
prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan,
kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.
1.
Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu
yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip
ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu
yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan
sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
2.
Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya
memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan
dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak
diskrminatif atas dasar apapun.
3.
Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku
individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan
seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya.
Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik
dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk
menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
4.
Prinsip Keadilan
Kemauan yang tetap dan kekal untuk
memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena
itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional
serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
5.
Prinsip Kebebasan
Sebagai keleluasaan individu untuk
bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip
kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau
mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti
dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang
semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan
sebagai:
·
kemampuan untuk berbuat sesuatu atau menentukan
pilihan.
·
kemampuan yang memungkinkan manusia untuk
melaksana-kan pilihannya tersebut.
·
kemampuan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
6.
Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam
logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran
harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh
individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu
kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
Semua
prinsip yang telah diuraikan itu merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan
nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubungan antarindividu, individu dengan
masyarakat, dengan pemerintah, dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai
aturan hukum yang akan mengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi
pemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan,
persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran bagi setiap orang.
Adapun prinsi-prinsip etika bisnis, diantaranya :
Prinsi-prinsip
Etika Bisnis
Didalam suatu etika terdapat
prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk mencapai
tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah
timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau
operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika
bisnis sebagai berikut:
1.
Prinsip otonomi
Prinsip otonomi adalah sikap dan
kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Atau mengandung
arti bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang
dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan
yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi
perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan
komunitasnya.
2.
Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang
paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus
diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika
prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat
meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.Terdapat tiga
lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak
akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran.
Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua,
kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding.
Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
3.
Prinsip tidak berniat jahat
Prinsip ini ada hubungan erat dengan
prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam
niat jahat perusahaan itu.
4.
Prinsip keadilan
Perusahaan harus bersikap adil
kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil
kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan
lain-lain,menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat
dipertanggung jawabkan.
5.
Prinsip hormat pada diri sendiri
Pinsip hormat pada diri sendiri
dalam etika bisnis merupakan prinsip tindakan yang dampaknya berpulang kembali
kepada bisnis itu sendiri. Dalam aktivitas bisnis tertentu ke masyarakat
merupakan cermin diri bisnis yang bersangkutan. Namun jika bisnis memberikan
kontribusi yang menyenangkan bagi masyarakat, tentu masyarakat memberikan
respon sama. Sebaliknya jika bisnis memberikan image yang tidak menyenangkan
maka masyarakat tentu tidak menyenangi terhadap bisnis yang bersangkutan. Namun
jika para pengelola perusahaan ingin memberikan respek kehormatan terhadap
perusahaan, maka lakukanlah respek tersebut para pihak yang berkepentingan baik
secara langsung maupun tidak langsung.
PERKEMBANGAN
ETIKA BISNIS
Kemunculan Etika Bisnis
Etika bisnis pertama kali timbul di
Amerika Serikat di tahun 1970-an dan cepat meluas ke belahan dunia lain.
Berabad-abad lamanya etika dibicarakan secara ilmiah membahas mengenai masalah
ekonomi dan bisnis sebagai salah satu topik penting untuk dikembangkan dizaman
bisnis modern. Filsafat berkembang dizaman filsuf Plato, Aristoteles, dan
filsuf-filsuf Yunani lain membahas bagaimana pengaturan interaksi kehidupan
bisnis manusia bersama dalam Negara, ekonomi dan kegiatan niaga. Filsafat dan
teologi zaman pertengahan serta kelompok Kristen maupun Islam tetap mambahas
hal yang dianggap penting tersebut.Moralitas ekonomi dan bisnis merupakan
pembahasan intensif filsafat dan teologi zaman modern. Para ilmuwan, filsuf dan
pebisnis Amerika Serikat dan negara lain di dunia mendiskusikan etika bisnis
sehubungan dengan konteks agama dan teologi sampai sekarang.
Perkembangan Etika Bisnis 1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai
ilmu baru mulai berkembang kira-kira sepuluh tahun kemudian, diawali oleh
Inggris yang secara geografis maupun kultural paling dekat dengan Amerika
Serikat, disusul kemudian oleh negara-negara Eropa Barat lainnya.
Kini etika bisnis bisa dipelajari,
dan dikembangkan di seluruh dunia.Kita mendengar tentang kehadiran etikabisnis
di Amerika Latin, Asia, Eropa Timur, dan di kawasan dunia lainnya.Sejak
dimulainya liberalisasi ekonomi di Eropa Timur, dan runtuhnya sistem politik
dan ekonomi komunisme tahun 1980-an, Rusia dan negara eks-komunis lainnya
merasakan manfaat etika bisnis, pemahaman etika bisnis mendorong peralihan
sistem sosialis ke ekonomi pasar bebas berjalan lebih lancar.
Etika bisnis sangat diperlukan semua
orang dan sudah menjadi kajian ilmiah meluas dan dalam.Etika bisnis semakin
dapat disejajarkan diantara ilmu-ilmu lain yang sudah mapan dan memiliki
ciri-ciri khusus sebagai sebuah cabang ilmu.
Perkembangan
Etika Bisnis Menurut Bertens Tahun 2000
1.
Situasi
Dahulu
Pada awal
sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa
Peralihan
Tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS),
revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment
(kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya
manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan
nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate
social responsibility.
3.
Etika
Bisnis Lahir di AS
Tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar
bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis
moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.
Etika
Bisnis Meluas ke Eropa
Tahun 1980-an di
Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun
kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta
sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.
Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global
Tahun 1990-an tidak terbatas lagi
pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah
didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics
(ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
ETICHAL GOVERNANCE
Ethical Governance
Dominasi kapitalisme sangat kental ditemukan dalam pola governance
korporasi di awal abad ke 19. Pertumbuhan secara perlahan dari serikat pekerja
selama paruh pertama abad ini mulai mengimbangi dominasi perusahaan yang
sebelumnya mampu menekan tingkat upah dalam upaya memenangkan persaingan
bisnis.Mulai paruh abad ke-19 kekuatan serikat pekerja semakin besar
danbertumbuh sedemikian rupa. Fenomena ini menambah kompleksitas Governance
pada masa itu dan hal ini ditandai dengan munculnya hubungan (axis) antara para
pemegang saham dengan Board of Director sebagai suatu bentuk respons atas
meningkatnya kekuatan serikat pekerja. Pada era tahun 1970-an, kekuatan yang
mempengaruhi governance dalam organisasi khususnya korporasi, menjadi semakin
kuat. Sebagian besarwaktu manajer pada masa ini dihabiskan untuk melakukan
negosiasi dengan serikat pekerja. Pada periode ini pula perkembangan governance
pada unit bisnis ditandai dengan berkembangnya era consumerism. Hal ini
diindikasikan dengan semakin meningkatnya persaingan antar sesama korporasi
melalui peningkatan kekuatan konsumen sebagai salah satu stakeholders dari
sebuah korporasi. Perkembangan ini membawa pengaruh signifikan terhadap iklim
pengelolaan korporasi yang ditandai dengan munculnya berbagai tantangan baru
bagiperkembangan corporate governance.
1. Governance System
Corporate governance sebagai suatu sistem membutuhkan berbagai perangkat,
seperti struktur governance (governing body and management appointment)
yang diikuti dengan kejelasan aturan main (definition of rolesand powers serta
code of conducts) dalam suatu bentuk mekanaisme (governance mechanisms) yang
dapat dipertanggung jawabkan. Pada prinsipnya hal ini dibutuhkan untuk menjamin
terjaganya kepentingan berbagai pihak yang berhubungan dengan perusahaan,
sehingga dengan berjalannya mekanisme ini, diharapkan dapat menghasilkan
dampak lanjutan yang positif terhadap perkembangan perekonomian suatu
Negara untuk tercapainya kemakmuran masyarakat (the wealth of nation) seperti
kondisi sebagaimana yang dimaksud oleh Adam Smith.
Dalam praktiknya ada beberapa jenis system corporate governance yang
berkembang di berbagai negara. Ini mencerminkan adanya perbedaan tradisi
budaya, kerangka hukum, praktik bisnis, kebijakan, dan lingkungan ekonomik
institusional dimana sistem-sistem corporate governance yang berbeda-beda itu
berkembang. Setiap sistem memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing, dan
berbagai usaha telah dilakukan untuk mendalami faktor-faktor apa yang
membuat suatu system corporate governance efektif dan dalam kondisi seperti
apa, dengan tujuan agar negara-negara yang saat ini sedang dalam transisi dari
perekonomian komando menuju perekonomian pasar dapat memiliki panduan yang
memadai. Pembahasan mengenai berbagai system corporate governance didominasi
oleh dua isu penting :
a.
apakah perusahaan harus
dikelola dengan single-board system atau two-board system.
b.
apakah paraanggota Dewan
(Dewan Komisaris dan Direksi) sebaiknya terdiri atas para outsiders atau lebih
terkonsentrasi pada insiders termasuk misalnya, sejumlah kecil institusi
finansial yang memberi pinjaman kepada perusahaan, perusahaan lain yang
memiliki hubungan perdagangan dengan suatuperusahaan, karyawan, manajer dan
lain lain.
2.
Budaya Etika
Corporate culture (budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang
dari ilmu manajemen serta psikologi industri dan organisasi. Bidang-bidang ilmu
tersebut mencoba lebih dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam
ilmu manajemen dan organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi,
yang dalam hal ini, adalah organisasi yang berbentuk perusahaan.
Djokosantoso Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu
sistem nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari,
diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai
sistem perekat, dan dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Kalau dikaji secara lebih mendalam, menurut Martin Hann, ada
10(sepuluh) parameter budaya perusahaan yang baik :
a. Pride of the organization
b. Orientation towards (top) achievements
c. Teamwork and communication
d. Supervision and leadership
e. Profit orientation and cost awareness
f. Employee relationships
g. Client and consumer relations
h. Honesty and safety
i. Education and development
j. Innovation
3.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Struktur etika korporasi yang dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan
dengan kepribadian perusahaan tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan
serta evaluasi yang dilakukan perusahaan secara rutin. Pengembangan struktur
etika korporasi ini berguna dalam mencapai tujuan perusahaan yang lebih baik
dan sesuai dengan norma yang ada.
Selain itu, membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada
saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara
keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran
bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders)
maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat,
dan para pihak yang berkepentingan (Stakeholders).
A.
Good Corporate Governance
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah
dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor
swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu
organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh
Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance,
dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh
jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan
beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite
audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah
langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”.
Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan
komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada
dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu,
sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi
berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti
investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam
perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai.
Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test)
yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN
adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance”
yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi
lebih mudah dan cepat.
1)
Pengertian GCG (Good Corporate
Governance)
Istilah Corporate Governance pertama kali
diperkenalkan oleh Cadbury Committee, Inggris di tahun 1922 yang menggunakan
istilah tersebut dalam laporannya yang kemudian dikenal sebagai Cadbury
Report (Soekrisno Agoes, 2006). Adapun beberapa definisi dari berbagai
sumber adalah sebagai berikut :
a.
Cadbury Committee of United Kingdom :
“seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para
pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan kata lain suatu sistem yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
b.
Agus sukrisno (2006) mendefinisikan tata
kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran
Dewan Komisaris, peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan
lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses
yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian
kinerjanya.
c.
Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes,
2006) mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai mekanisme
adminsitratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan,
komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders)
yang lain.
d.
Organization for Economic Cooperation and
Development – OECD mendefinisikan GCG sebagai suatu struktur yang terdiri atas
para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai
perusahan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau
kinerja.
2)
Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip GCG merupakan kaedah, norma ataupun
pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri
BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek GCG pada BUMN.
a.
Transparansi
Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan
dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
Contohnya mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai dalam
rencana kerja dalam tahun mendatang, pencapaian laba.
b.
Kemandirian
Suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya
tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan pihak lain.
c.
Akuntabilitas
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik
individu maupun kelompok tidak boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau
asal cukup saja, tetapi harus selalu berupaya menyelesaikan tugas dan
kewajibannya dengan hasil yang bermutu tinggi.
d.
Pertanggungjawaban
Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Contohnya dalam hal ini Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam
menjalankan kegiatan operasi perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang
telah ditetapkan.
e.
Kewajaran (fairness)
Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya
memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan yang sama terhadap semua
rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan
sebagainya.
B.
Kode
Perilaku Korporasi dan Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi (Corporate
Code Of Conduct)
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang
selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan
moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku
bisnisdalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam
berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang
berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku
perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder.
Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya.
Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis
nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan
atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
Dengan dilaksanakannya komitmen diharapkan akan menciptakan nilai tambah tidak
saja bagi perusahaan, tetapi juga bagi pelaku bisnis sehingga kepentingan
pelaku bisnis dapat diselaraskan dengan tujuan perusahaan.
Kode perilaku korporasi yang dimiliki oleh suatu perusahaan berbeda dengan
perusahan lainnya karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda
dalam menjalankan usahanya. Adapun prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki
oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
1.
Setiap perusahaan harus memiliki
nilai-nilai perusahaan (Corporate Values) yang menggambarkan sikap moral
perusahaan dalam pelaksanaan tugasnya.
2.
Untuk dapat merealisasikan sikap moral
dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang
disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis
yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan manifestasi
dari nilai-nilai perusahaan.
3.
Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis
perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku
agar dapat dipahami dan diterapkan.
Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan
sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada
akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value).
Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG,
yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama.
Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang
tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk
tindakan (action).
Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic
Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance
disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei
2005.
Pengaruh Etika Terhadap Budaya:
1.
Etika Personal dan etika bisnis merupakan
kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam
mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi
yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
2.
Jika etika menjadi nilai dan keyakinan
yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi
menjadi dasar kekuatan perusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi
sarana peningkatan kerja
Referensi :
https://mohammadfadlyassagaf.wordpress.com/2016/12/04/ethical-governance/
http://www.spengetahuan.com/2015/10/15-pengertian-etika-menurut-para-ahli-terlengkap.html
http://www.pelajaran.co.id/2016/29/pengertian-etika-dan-fungsinya-menurut-para-ahli.html
https://ikamaullydiana.wordpress.com/2013/12/09/etika-profesi-akuntansi-2/
https://fauziauzhe.wordpress.com/2015/10/28/perkembangan-dalam-etika-bisnis-di-indonesia/
Komentar
Posting Komentar