HUKUM DAGANG
A. Pengertian
Hukum Dagang
Apa
yang dimaksud dengan hukum dagang? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu
kiranya di kemukakan di sini bahwa selain istilah hukum dagang dalam berbagai
kepustakaan, ditemui juga istilah hukum perniagaan. Apabila di telusuri secara
seksama apa yang dibahas dalam kedua istilah tersebut, yakni hukum perniagaan
dan hukum dagang, pada dasarnya mengacu pada norma-norma yang diatur dalam
KUHD. Sedangkan dalam KUHD sendiri tidak di jelaskan apa yang dimaksud dengan
hukum perniagaan dan hukum dagang. Dalam pasal 1 KUHD hanya disebutkan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan kasus maka beelaku juga
terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab undang-undang ini.
Dari
apa yang dijelaskan dalam pasal 1 KUHD di atas, dapat diketahui bahwa keterkaitan
antara hukum perdata dan hukum dagang demikian erat. Keterkaitan ini dapat
dilihat apa yang dijabarkan dalam KHUPdt khususnya Buku III tentang perikatan.
KUHD sendiri dibagi dalam dua buku yaitu buku pertama tentang dagang pada
umumnya (pasal 1-308) dan buku kedua tentang hak-hak dan kewajiban yang terbit
dari pelayaran (pasal 309-754). Tidak diberikannya defenisi apa yang dimaksud
dengan hukum dagang, barangkali pembentuk undang-undang berasumsi rumusan atau
defenisi hukum dagang sudah tercantum dalam pengertian perdagangan atau bisa
juga asumsinya rumusan tentang hukum dagang diserahkan pendapat para ahli hukum
sendiri.
Oleh
karena itu, untuk memahami makna hukum dagang, berikut dikutip berbagai
pengertian hukum dagang yang dikemukakan oleh para ahli hukum yaitu sebagai
berikut:
1. Achmad
Ichsan mengemukakan:
Hukum
dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang
timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.
2. R.
Soekardono mengemukakan:
Hukum
dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur
masalah perjanjian dan perikatan yang diatur dalam buku III Burgerlijke Wetboek
(BW) dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang
mengatur seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama
terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPdt. Hukum dagang dapat pula dirumuskan
adalah serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan
dalam lalu lintas perdagangan.
3. Fockema
Andreae mengemukakan:
Hukum
dagang (Handelsrecht) adalah keseluruhan dari atuaran hukum mengenai perusahaan
dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa
undang-undang tambahan. Di Belanda hukum dagang dan hukum perdata dijadikan
satu buku, yaitu Buku II dalam BW baru Belanda.
4. H.M.N.
Purwosutjipto mengemukakan:
Hukum
dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
5. Sri
Redjeki Hartono mengemukakan:
Hukum
dagang dalam pemahaman konvensional merupakan bagian dari bidang hukum perdata
atau dengan perikatan lain selain disebut bahwa hukum perdata dalam pengertian
luas, termaksud hukum dagang merupakan bagian-bagian asas-asas hukum perdata
pada umumnya.
6. J.
van Kan dan J. h. Beekhuis, mengemukakan:
Hukum
perniagaan adalah hukum mengenai perniagaan adalah rumpunan kaidah yang
mengatur secara memaksa perbuatan-perbuatan orang dalam perniagaan. Perniagaan
secara yuridis berarti, membeli dan menjual dan mengadakan berbagai perjanjian,
yang mempermudah dan memperkembangkan jual beli. Dengan demikian, hukum
perniagaan adalah tidak lain dari sebagian dari hukum perikatan dan bahkan
untuk sebagian besar hukum perjanjian.
7. M.
N. Tirtaamidjaja mengemukakan:
Hukum
perniagaan adalah hukum yang mengatur tingkah laku orang-orang yang turut
melakukan perniagaan. Sedangkan perniagaan adalah pemberian perantaraan antara
produsen dan konsumen, membeli dan menjual dan membuat perjanjian yang
memudahkan dan memajukan pembelian dan penjulan itu. Sekalipun sumber utama
hukum perniagaan adalah KUHD akan tetapi tidak bisa dilepaskan dari KUHPdt.
8. KRMT.
Titodiningrat mengemukakan:
Hukum
dagang merupakan bagian dari hukum perdata yang mempunyai aturan-aturan
mengenai hubungan berdasarkan atas perusahaan. Peraturan-peraturan mengenai
perusahaan tidak hanya dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
melainkan juga berupa Undang-Undang di luarnya. KUHD dapat disebut sebagai
perluasan KUHPdt.
9. Ridwan
Khairandy (dkk.) mengemukakan:
Sebagai akibat
adanya kodifikasi hukum perdata dalam KUHPdt dan hukum dagang dalam KUHD, maka
di negara-negara yang menganut hukum sipil (kontinental) termaksud Indonesia
dianut bahwa hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata. Lebih tegas lagi
dikatakan bahwa hukum dagang merupaka hukum perdata khusus. Dalam kepustakaan
hukum anglo saxon atau common law khususnya anglo american, hukum bisnis bukan
merupakan cabang atau bagian tunggal hukum tertentu.
Dalam
rangka untuk memperkaya wawasan tentang pengertian hukum dagang (commercial
law), berikut dikutip beberapa pemikiran yang dikemukakan oleh para ahli yang
berasal dari negara yang menganut sistem hukum common law, antara lain:
1. John
E. Murray Jr. dan Harry M. Flechther, mengemukakan:
“Traditionally
called the law of ‘sales’, for much of the last century the focus was on sale
of tangible, moveable (goods) as governed by article 2 of the Unifrom
Commercial Code (UCC).
2. Clayton
P. Gillette dan Steven D. Walt, Mengemukakan:
“Sales
law involves legal doctrines that regulate the relationship between the paties
involved in an exchange of goods for a price. As a general matter, sales law
only addresses transfer of tangible personal property, not real estate or
intangibles such as intellectual property rights, Sales law, is an subset of
contract law.
3. Iwan
R. Davies, mengemukakan:
“The concern of
commercial law should focus upon the commercial sense of the transaction and
the parties them selves. In this regart, it is important to refer to the
principles of commercial law which are essentially tools in serving the needs
of the bussiness community.
Dari
berbagai penghasilan hukum dagang sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli
hukum di atas tampak bahwa, ada satu benang merah yang dapat dijadikan sebagai
titik awal untuk melihat apa makna hukum dagang. Benang merah yang dimaksud
adalah pada hakikatnya hukum dagang sebagai suatu norma yang digunakan dalam
menjalankan suatu kegiatan dunia usaha. Dengan kata lain, hukum dagang adalah
serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau kegiatan
perusahaan. Norma tersebut dapat bersumber, baik pada aturan hukum yang sudah
dikodifikasikan, yaitu dalam KUHPdt dan KUHD maupun diluar kodifikasi. Perlu
juga dikemukakan disini, bahwa hal yang diatur dalam kodifikasi tersebut secara
parsial telah diatur dalam undang-undang tersendiri, seperti halnya tentang
perseroan terbatas, sudah diatur dalam undang-undang tersendiri. Di sisi lain
perkembangan dunia usaha sendiri berkembang demikian cepat sehingga memerlukan
pengaturan tersendiri yang sebelumnya belum diatur dalam kedua kodifikasi
tersebut.
Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Emmy Pangaribuan Simanjuntak, tidak semua materi hukum
dagang diatur secara lengkap dalam KUHD, sebab masih ada juga materi hukum
dagang yang diatur di luar KUHD. Jika dibandingkan antara apa yang diatur di
dalam KUHD dan kenyataan dalam praktik, tidaklah berlebihan, jika dikemukakan
banyak ketentuan yang diatur dalam KUHD tidak sesuai lagi dengan perkembangan
dalam praktik. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat perkembangan dunia demikian
cepat. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika ketentuan tentang hukum
dagang yang hanya mengandalkan kepada KUHD tidak memadai. Untuk itu, perlu
dilakukan pembaharuan dalam hukum dagang pembaruan dalam bidang hukum dagang,
tidak berarti penghapusan semua peraturan yang ada sekarang. Pembaharuan hukum
dagang yang dimaksud di sini, dapat berarti :
a. Membuaat
peraturan baru mengenai materi tertentu yang sama sekali belum pernah diatur.
b. Penghapusan
beberapa ketentuan dalam suatu peraturan yang telah ada yang tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan dalam praktik.
c. Menambah
atau melengkapi suatu peraturan yang telah ada dengan satu atau beberapa
ketentuan.
d. Penyesuaian
atau harmonisasi peraturan nasional dengan peraturan internasional.
e. Mencabut
peraturan yang telah ada dan menggantinya dengan peraturan baru;
f. Mencabut
peraturan yang dipandang tidak perlu lagi.
Dari
berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hukum dagang ialah
aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya,
khusunya dalam perniagaan.
Hukum
dagang adalah hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal
sebagai hukum dagang saat ini mulai muncul dikalangan kaum pedagang sekitar
abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasaan
diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Ada beberapa
hal yang diatur dalam KUH Perdata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya,
ketenutan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. KUH Perdata merupakan
lex generalis(hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum
khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis
derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum).
B. Hubungan
Dengan Hukum Perdata
Hukum
dagang dan hukum perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat
dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang. Hukum Perdata adalah
ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam
masyarakat. Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang
yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan.
Sistem
hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang
aturan perdagangan.
Hukum
Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1.
Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab
Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2.
Hukum tertulis yang belum
dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang
hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat
hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian.
Pasal
1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini
tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal
yang dibicarakan dalam kitab ini.
Pasal
15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini
dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh
hukum perdata.
Pada
awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya
waktu hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya
sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang
telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (
KUHPer ).
Antara
KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat
dari isi Pasal 1Kuh dagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun
mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum
yang khusus: KUH dagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof.
Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap
tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan
hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum
melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD
hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum
terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab
perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
C. Berlakunya
Hukum Dagang
Perkembangan
hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/
1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di
Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan
(Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ).
Tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat
menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hokum baru di
samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang
berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya
mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum
pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena
bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi
dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu
Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681
disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tentang kedaulatan.
Dan
pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil
yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce
(1673) dan ordonnance du la marine(1838). Pada saat itu Nederlands menginginkan
adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda, dan pada tahun 1819
direncanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus.
Lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan KUHD Belanda berdasarkan azas
konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia
pada tahun 1848. Dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU
kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri
(1893 berlaku 1896). Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu,
tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari
pelayaran.
sumber :
- http://pangeranarti.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-hukum-dagang-lengkap.html
- http://artikelilmiahlengkap.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-hukum-dagang.html
- https://japandiadam.wordpress.com/2014/06/30/hukum-dagang/
sumber :
- http://pangeranarti.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-hukum-dagang-lengkap.html
- http://artikelilmiahlengkap.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-hukum-dagang.html
- https://japandiadam.wordpress.com/2014/06/30/hukum-dagang/
Komentar
Posting Komentar