PELINDUNGAN KONSUMEN DAN MACAM-MACAM HAK KEKEAYAAN INTELEKTUAL BESERTA CONTOH KASUS
Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Perlindungan Konsumen
Dalam dua dekade terakhir ini, Pemerintah Indonesia telah
meratifikasi beberapa perjanjian internasional yang berhubungan dengan hak atas
kekayaan intelektual (Intelectual property right). Antara lain : (1)
Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual / TRIPs
melalui UU No. 7 Tahun 1994; (2) Konvensi Berne tentang
Perlindungan Karya Seni dan Sastra melalui Keppres No. 18 Tahun 1997; dan (3)
Perjanjian Hak Cipta WIPO melalui Keppres No. 19 Tahun 1997.
Sebagai tindak lanjut dari komitmen Pemerintah Indonesia
tersebut diatas, secara materi telah dilakukan sinkronisasi / penyesuaian atas
sejumlah Undang-Undang, antara lain : (1) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta; (2) UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten; (3) UU No. 15 Tahun 2001 tentang
Merek; (4) UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; (5) UU No. 32 tahun
2000 tentang Desain Sirkuit Terpadu; (6) UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang.
Dari perspektif kepentingan konsumen, setidak-tidaknya ada
dua isu sentral kaitannya antara hak atas kekayaan intelektual dengan
perlindungan konsumen. Pertama, UU Hak Cipta dan Akses
terhadap Ilmu Pengetahuan (access to knowledge), khusunya dalam hal
materi pendidikan, software komputer, film dan musik.
Prinsip dasar dalam pemberian hak cipta adalah penetapan
bentuk materiil (fiksasi) menjadi sebuah persyaratan pemberian hak cipta. Suatu
ciptaan tidak memenuhi syarat untuk memperoleh hak cipta, kecuali apabila
ciptaan tersebut telah ditulis, direkam atau diwujudkan dalam bentuk
materiil. Dengan demikian, perlindungan hak cipta diberikan untuk ide
yang sudah diekspresikan, bukan ide itu sendiri (article 9 (2) of TRIPs).
Dari rumusan UU Hak Cipta, Pemerintah Indonesia dan DPR tidak
maksimal dalam memanfaatkan berbagai fleksibilitas yang ada dalam berbagai
perjanjian internasional yang sudah diratifikasi. Bahkan yang terjadi
justru sebaliknya, domestic law (UU) yang ada justru melakukan
pembatasan yang lebih ketat dari apa yang diatur dalam berbagai perjanjian
internasional.
Misalanya soal sewa komersial (pasal 2 ayat 2 UU Hak Cipta ),
rumusan lengkapnya menurut pasal 11 TRIPs adalah sebagai berikut: Pencipta dan
/ atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program komputer
memiliki hak untuk memberikan ijin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan komersial, dengan
ketentuan: (1) untuk karya sinematografi, sewa tersebut telah mengarah pada
tersebarluasnya penyalinan yang secara materiil melanggar hak perbanyakan
eksklusif yang dimiliki pencipta dan / atau pemegang hak cipta: (2) untuk
program komputer, program itu sendiri adalah obyek sewa yang bersifat inti.
Untuk maksimum fleksibilitas, rumusan pasal 15 UU Hak Cipta
seharusnya berbunyi: Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta: (1)
perbanyakan untuk kepentingan pribadi; (2) making of qoutation; (3)
use a work for teaching purpose; (4) reproduction of a work by libraries or
achieves; (5) reproduction for the blind; (5) use a work by the press.
Tidak hanya itu, juga harus ada penegasan bahwa tidak
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, pertunjukan, pementasan atau
dimainkannya suatu ciptaan oleh sebuah lembaga nir-laba, dimana pertunjukan
tersebut ditujukan untuk keperluan amal, upacara keagamaan.
Pengaturan Sarana Kontrol Teknologi (pasal 27 UU Hak Cipta)
juga tidak lengkap. Sarana Kontrol Teknologi sebagai pengaman hak pencipta
tidak diperbolehkan dirusak, ditiadakan atau dibuat tidak berfungsi.
Padahal menurut section 29 (1) (iii) of the WIPO Model Law
ada pengecualian, yaitu apabila hal tersebut terkait dengan
tindakan yang diperbolehkan dalam UU ini. Dengan demikian sepanjang hal
tersebut untuk pendidikan, untuk keperluan sendiri dan bukan untuk kepentingan
komersial, bukan termasuk kategori yang dilarang.
Demikian halnya dengan pengaturan Compulsory licenses,
dalam UU Hak Cipta sekarang, terbatas pada terjemahan dan reproduksi,
seharusnya perlu diperluas sampai ke publication sebagaimana
diatur Apendix to Berne Convention.
Dalam perspektif perlindungan konsumen, posisi lembaga
konsumen adalah: (1) Memberikan bantuan perlindungan konsumen pada produk yang
legal; (2) Fokus pada penanganan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha,
dan tidak menangani sengketa antara pelaku usaha dengan pelaku usaha; (3)
Mendorong pemerintah memanfaatkan secara optimal berbagai fleksibilitas yang
ada dalam hak atas kekayaan intelektual .
Kedua, UU Paten dan Akses terhadap Pelayanan
Kesehatan (access to medicine), khususnya untuk produk farmasi berupa
obat-obatan, seperti obat penyakit HIV-AIDS. Sebagai tindak lanjut, telah
diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2004 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dan Keputusan Presiden No. 83 Tahun 2004
tentang Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah terhadap Obat-obat Anti Retroviral.
(Sudaryatmo
– Ketua Harian YLKI)
Hak Kekayaan Intelektual
1.
PENGERTIAN
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang
atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan
atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu.
Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi artistik,
simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang digunakan dalam kegiatan
ko-mersil.
2.
PRINSIP-PRINSIP HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
·
Prinsip Ekonomi
Yakni, hak
intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang
diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik
yang bersangkutan.
·
Prinsip Keadilan
Yakni, di
dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil
dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang akan
mendapat perlindungan dalam pemilikannya.
·
Prinsip Kebudayaan
Yakni
pengembangan ilmu pengetahuan, sastra dan seni untuk meningkatkan kehidupan
manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan taraf kehidupan,
peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi
masyarakat, bangsa dan negara.
·
Prinsip Sosial
Prinsip ini
mengatur kepentingan manusia sebagai warga negara, artinya hak yang diakui oleh
hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan, sehingga
perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan
masyarakat
3.
KLASIFIKASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan
intelaktual dibagi menjadi dua bagian dimana dua golongan besar hak atas
kekayaan intelektual tersebut, yakni
A.
Hak cipta ( copyright ), yakni hak eksklusif yang
diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan,
memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya
tanpa mengurangi hak pencipta sendiri.
- Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta : Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima
hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1)
- Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang
menunjuk keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra (Pasal 1
ayat 3)
B.
Hak kekayaan industri (industrial property right,
yaitu hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang
mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industry ( industrial property right )
berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri
Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
1.
Paten, yakni hak eksklusif yang diberikan
negara bagi pencipta di bidang teknologi. Hak ini memiliki jangka waktu (usia
sekitar 20 tahun sejak dikeluarkan), setelah itu habis masa berlaku patennya. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten: Paten adalah hak eksklusif
yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya
tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya
(Pasal 1 ayat 1).
2.
Merk dagang, hasil karya, atau sekumpulan huruf,
angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh individu atau badan
hukum dari keluaran pihak lain.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
Tentang Merek :
- Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa.(Pasal 1 Ayat 1)
- Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh Negara RepublikIndonesiakepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar
Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek
tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. (Pasal 3)
3.
Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap
kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan
dan spesifikasi suatu proses industri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2000 Tentang Desain Industri :
- Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas
hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
- Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua
dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas
industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1)
4.
Hak desain tata letak
sirkuit terpadu (integrated circuit), yakni perlindungan hak
atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen
elektronik yang diminiaturisasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000
Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :
- Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk
jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan
sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian
atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah
bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi
elektronik.(Pasal 1 Ayat 1)
- Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan
peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari
elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi
dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan
untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu. (Pasal 1 Ayat 2)
- Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak
eksklusif yang diberikan oleh Negera Republik
Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakan hak tersebut. (Pasal 1 Ayat 6)
5.
Rahasia dagang, yang merupakan rahasia yang
dimiliki oleh suatu perusahaan atau individu dalam proses produksi. Menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :
- Rahasia Dagang adalah informasi yang
tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai
ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh
pemilik Rahasia Dagang. (Pasal 1 Ayat 1)
- Hak Rahasia Dagang adalah hak atas
rahasia dagang yang timbul berdasarkan Undang-Undang ini. (Pasal 1 Ayat 2)
6. Varietas tanaman. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang
Perlindungan Varietas Tanaman :
- Perlindungan
Varietas Tanaman (PVT) adalah perlindungan khusus yang diberikan Negara, yang
dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh kantor
PVT, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui
kegiatan pemuliaan tanaman. (Pasal 1 Ayat 1)
- Hak
Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada
pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil
pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk
menggunakannya selama waktu tertentu. (Pasal 1 Ayat 2)
- Varietas
Tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai
oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi
karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis
yang sama atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang
menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. (Pasal 1 Ayat 3)
4.
DASAR HUKUM HAK KEKAKYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
Peraturan hukum terhadap HAKI di Indonesia dapat
ditemukan dalam :
a.
Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
b.
Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
c.
Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
d.
Undang – undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas
Tanaman.
e.
Undang – undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang.
f.
Undang – undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri.
g.
Undang – undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu.
5.
MACAM-MACAM HAK
KEKEYAAN INTELEKTUAL
A. Hak Cipta (Copyright)
Hak cipta adalah hak dari pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaannya dan
salinannya. Pembuat sebuah ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaannya
tersebut serta salinan dari ciptaannya tersebut. Hak-hak tersebut misalnya
adalah hak-hak untuk membuat salinan dari ciptaannya tersebut, hak untuk
membuat produk derivatif, dan hak-hak untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke
pihak lain. Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat. Hak
cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.
Sebagai contoh, Microsoft membuat
sebuah perangkat lunak Windows.
Yang berhak untuk membuat salinan dari Windows adalah hanya Microsoft sendiri.
Kepemilikan hak cipta dapat diserahkan secara sepenuhnya atau sebagian ke
pihak lain. Sebagai contoh Microsoft menjual produknya ke publik dengan
mekanisme lisensi. Artinya Microsoft memberi hak kepada seseorang yang membeli
Windows untuk memakai perangkat lunak tersebut. Orang tersebut tidak
diperkenankan untuk membuat salinan Windows untuk kemudian dijual kembali,
karena hak tersebut tidak diberikan oleh Microsoft. Walaupun demikian seseorang
tersebut berhak untuk membuat salinan jika salinan tersebut digunakan untuk
keperluan sendiri, misalnya untuk keperluan backup.
Contoh lain, musisi pop pada umumnya menyerahkan seluruh kepemilikan dari
ciptaannya kepada perusahaan label dengan imbalan-imbalan tertentu. Misalnya
Michael Jackson membuat sebuah album, kemudian menyerahkan hak cipta secara
penuh ke perusahaan label Sony. Setelah itu yang memiliki hak cipta atas album
tersebut bukanlah Michael Jackson tetapi Sony.
Serah terima hak cipta tidak melulu berhubungan dengan pembelian atau
penjualan. Sebagai contoh adalah lisensi GPL yang umum digunakan
pada perangkat lunak OpenSource.
GPL memberikan hak kepada orang lain untuk menggunakan sebuah ciptaan asalkan
modifikasi atau produk derivasi dari ciptaan tersebut memiliki lisensi yang
sama.
Kebalikan dari hak cipta adalah public domain. Ciptaan dalam public domain
dapat digunakan sekehendaknya oleh pihak lain. Sebuah karya adalah public
domain jika pemilik hak ciptanya menghendaki demikian. Selain itu, hak cipta
memiliki waktu kadaluwarsa. Sebuah karya yang memiliki hak cipta akan memasuki
public domain setelah jangka waktu tertentu. Sebagai contoh, lagu-lagu klasik sebagian
besar adalah public domain karena sudah melewati jangka waktu kadaluwarsa hak
cipta.
Lingkup sebuah hak cipta adalah negara-negara yang menjadi anggota WIPO.
Sebuah karya yang diciptakan di sebuah negara anggota WIPO secara otomatis
berlaku di negara-negara anggota WIPO lainnya. Anggota non WIPO tidak mengakui
hukum hak cipta. Sebagai contoh, di Iran, perangkat lunak Windows legal untuk
didistribusikan ulang oleh siapapun.
B. Paten (Patent)
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi
sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang lain
berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan
karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak
berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide
yang dipatenkan.
Contoh dari paten misalnya adalah algoritma Pagerank yang dipatenkan oleh Google. Pagerank dipatenkan pada kantor paten
Amerika Serikat. Artinya pihak lain di Amerika Serikat tidak dapat membuat
sebuah karya berdasarkan algoritma Pagerank, kecuali jika ada perjanjian dengan
Google.
Sebuah ide yang dipatenkan haruslah ide yang orisinil dan belum pernah ada
ide yang sama sebelumnya. Jika suatu saat ditemukan bahwa sudah ada yang
menemukan ide tersebut sebelumnya, maka hak paten tersebut dapat dibatalkan.
Sama seperti hak cipta, kepemilikan paten dapat ditransfer ke pihak lain,
baik sepenuhnya maupun sebagian.
Pada industri perangkat lunak, sangat umum perusahaan besar memiliki
portfolio paten yang berjumlah ratusan, bahkan ribuan. Sebagian besar perusahaan-perusahaan
ini memiliki perjanjian cross-licensing, artinya “Saya izinkan anda menggunakan
paten saya asalkan saya boleh menggunakan paten anda”. Akibatnya hukum paten
pada industri perangkat lunak sangat merugikan perusahaan-perusahaan kecil yang
cenderung tidak memiliki paten.
Tetapi ada juga perusahaan kecil yang menyalahgunakan hal ini. Misalnya Eolas yang mematenkan teknologi plug-in pada
web browser. Untuk kasus ini, Microsoft tidak dapat ‘menyerang’ balik Eolas,
karena Eolas sama sekali tidak membutuhkan paten yang dimiliki oleh Microsoft.
Eolas bahkan sama sekali tidak memiliki produk atau layanan, satu-satunya hal
yang dimiliki Eolas hanyalah paten tersebut. Oleh karena itu, banyak pihak
tidak setuju terhadap paten perangkat lunak karena sangat merugikan industri
perangkat lunak.
Sebuah paten berlaku di sebuah negara. Jika sebuah perusahaan ingin
patennya berlaku di negara lain, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan
patennya di negara lain tersebut. Tidak seperti hak cipta, paten harus
didaftarkan terlebih dahulu sebelum berlaku.
C.
Merk Dagang (Trademark)
Merk dagang digunakan oleh pebisnis untuk mengidentifikasikan sebuah produk
atau layanan. Merk dagang meliputi nama produk atau layanan, beserta logo, simbol,
gambar yang menyertai produk atau layanan tersebut.
Contoh merk dagang misalnya adalah “Kentucky Fried Chicken”. Yang disebut
merk dagang adalah urut-urutan kata-kata tersebut beserta variasinya (misalnya
“KFC”), dan logo dari produk tersebut. Jika ada produk lain yang sama atau
mirip, misalnya “Ayam Goreng Kentucky”, maka itu adalah termasuk sebuah
pelanggaran merk dagang.
Berbeda dengan HAKI lainnya, merk dagang dapat digunakan oleh pihak lain
selain pemilik merk dagang tersebut, selama merk dagang tersebut digunakan
untuk mereferensikan layanan atau produk yang bersangkutan. Sebagai contoh,
sebuah artikel
yang membahas KFC dapat saja menyebutkan “Kentucky Fried Chicken” di
artikelnya, selama perkataan itu menyebut produk dari KFC yang sebenarnya.
Merk dagang diberlakukan setelah pertama kali penggunaan merk dagang
tersebut atau setelah registrasi. Merk dagang berlaku pada negara tempat
pertama kali merk dagang tersebut digunakan atau didaftarkan. Tetapi ada
beberapa perjanjian yang memfasilitasi penggunaan merk dagang di negara lain.
Misalnya adalah sistem Madrid.
Sama seperti HAKI lainnya, merk dagang dapat diserahkan kepada pihak lain,
sebagian atau seluruhnya. Contoh yang umum adalah mekanisme
franchise. Pada franchise, salah satu kesepakatan adalah penggunaan nama merk
dagang dari usaha lain yang sudah terlebih dahulu sukses.
D.
Rahasia Dagang (Trade Secret)
Berbeda dari jenis HAKI
lainnya, rahasia dagang tidak dipublikasikan ke publik. Sesuai namanya, rahasia
dagang bersifat rahasia. Rahasia dagang dilindungi selama informasi tersebut
tidak ‘dibocorkan’ oleh pemilik rahasia dagang.
Contoh dari rahasia dagang adalah resep minuman Coca Cola. Untuk beberapa
tahun, hanya Coca Cola yang memiliki informasi resep tersebut. Perusahaan lain
tidak berhak untuk mendapatkan resep tersebut, misalnya denga n membayar
pegawai dari Coca Cola.
Cara yang legal untuk mendapatkan resep tersebut adalah dengan cara
rekayasa balik (reverse engineering). Sebagai contoh, hal ini dilakukan oleh
kompetitor Coca Cola dengan menganalisis kandungan dari minuman Coca Cola. Hal
ini masih legal dan dibenarkan oleh hukum. Oleh karena itu saat ini ada minuman
yang rasanya mirip dengan Coca Cola, semisal Pepsi atau RC Cola.
Contoh lainnya adalah kode sumber (source code) dari Microsoft Windows. Windows
memiliki banyak kompetitor yang mencoba meniru Windows, misalnya proyek Wine yang bertujuan untuk dapat menjalankan
aplikasi Windows pada lingkungan sistem operasi Linux.
Pada suatu saat, kode sumber Windows pernah secara tidak sengaja tersebar ke
Internet. Karena kode sumber Windows adalah sebuah rahasia dagang, maka proyek
Wine tetap tidak diperkenankan untuk melihat atau menggunakan kode sumber
Windows yang bocor tersebut.
Sebagai catatan, kode sumber Windows termasuk rahasia dagang karena
Microsoft memilih untuk tidak mempublikasikannya. Pada kasus lain, produsen
perangkat lunak memilih untuk mempublikasikan kode sumbernya (misalnya pada
perangkat lunak Opensource). Pada kasus ini, kode sumber termasuk dalam hak cipta,
bukan rahasia dagang.
E.
Varietas tanaman
Adalah hak khusus yang diberikan negara pada pemulia varietas tanaman dari
sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk
tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, buah biji,sekurang-kurangnya satu sifat
menentukan dan apabila diperbanyak tak mengalami perubahan.
F.
Hak Desain Industri
Hak desain industri yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga
dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu
proses industri.
G.
Hak desain tata letak sirkuit terpadu
(integrated circuit)
Hak desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit), yakni
perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang
merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.
H.
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Adalah kreasi berupa
rancangan tata letak tiga dimensi dari suatu produk dalam bentuk jadi atau
setengah jadi yang didalam terdapat berbagai elemen sekurang-kurangnya satu
elemen adalah elemen aktif yang saling berkaitan dibentuk terpadu dalam bahan
semikonduktor . Hak desain tata letak sirkuit terpadu adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuanya
kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. Jangka waktu perlindungan
hak ini diberikan selama 10 tahun sejak pertama kali desain tersebut di
eksplotasi secara komersial.hak ini dapat beralih/dialihkan karena pewarisan,
hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan oleh
perundang-undangan. Sanksi yang diberikan untuk masalah desain tata letak
sirkuit terpadu berupa pidana dan denda.
Perlindungan
Konsumen
1.
Pengertian Konsumen
Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika
tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut
pengecer atau distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia
lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen
yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan
semua yang menjadi hak-hak konsumen.
Menurut
pengertian Pasal 1 angka2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.”
3.
Azas dan Tujuan
Azas Perlindungan Konsumen
·
Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
·
Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
·
Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual,
·
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
·
Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sesuai
dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan
Konsumen adalah
1.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri,
2.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
- Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
4.
Hak dan Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan
Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1.
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
5.
Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan
Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1. Membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan pasal 6 dan 7 undang-undang no 8 tahun
1999 hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut :
a.
Hak pelaku usaha
o hak untuk
menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
o Hak untuk
mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik.
o Hak untuk
melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa
konsumen.
o Hak untuk
rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
o Hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b.
Kewajiban pelaku usaha
o Bertikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
o Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ;
pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan;
pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
o Menjamin
mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
o Memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu
serta memberi jaminan dan garansi .
o Memberi
kompensasi , ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, dan manfaat barang atau jasa yang diperdagangkan.
o Memberi
kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila berang atau jasa yang diterima
atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
7.
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha. Adapun
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
1.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau
jasa yang :
a.
Tidak sesuai dengan :
- standar yang dipersyaratkan;
- peraturan yang berlaku;
- ukuran, takaran, timbangan dan
jumlah yang sebenarnya.
b. Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain
mengenai barang dan/atau jasa yang menyangkut :
- berat
bersih;
- isi bersih
dan jumlah dalam hitungan;
- kondisi,
jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
- mutu,
tingkatan, komposisi;
- proses
pengolahan;
- gaya, mode
atau penggunaan tertentu;
- janji yang
diberikan;
c.
Tidak mencantumkan :
- tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/
pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
- informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa
indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal”
yang dicantumkan dalam label.
e. Tidak
memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
- Nama barang;
- Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
- Tanggal pembuatan;
- Aturan pakai;
- Akibat sampingan;
- Nama dan alamat pelaku usaha;
- Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan
harus dipasang atau dibuat
f. Rusak, cacat
atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar.
2.
Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan
barang dan/atau jasa.
a.
Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut
:
- Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
- Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b.
Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau
jasa tersebut :
o Telah
mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan
tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
o Dibuat
perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
o Telah
tersedia bagi konsumen.
c.
Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau
jasa lain.
d.
Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
e.
Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum
pasti.
f.
Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah
tertentu, jika bermaksud t idak dilaksanakan.
g.
Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud
tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
h.
8.
Klausula Baku dalam Perjanjian
Di dalam pasal 18 undang-undang nomor 8 tahun 1999,
pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantunkan klausulabakupada setiap
dokumen atau perjanjian, antara lain :
1.
Menyatakan pengalihan tanggungn jawab pelaku usaha .
2.
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3.
Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang
yang dibayarkan atas barang atau jasa yang di beli konsumen.
4.
Pemberian klausa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
5.
Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan
barang atau manfaat jasa yang dibeli oleh konsumen.
6.
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi
manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual
beli jasa.Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara terlihat atau tidak
dapat dibaca seacra jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti sebagai
konsekuensinya setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha
dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana di atas telah
dinaytakan batal demi hukum. Oleh karena itu , pelaku usaha diwajibkan untuk
menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan
undang-undang.
9.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti
rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang
waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan
tersebut merupakan kesalahan konsumen
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan
yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut
Pasal 21
(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat
barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen
atau perwakilan produsen luar negeri
(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia
jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen
atau perwakilan penyedia jasa asing
Pasal 22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam
kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal
21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan
bagi jaksa untuk melakukan pembuktian
Pasal 23
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi
tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat
digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan
peradilan di tempat kedudukan konsumen
Pasal 24
(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa
kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau
gugatan konsumen apabila
a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa
melakukan perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut
b.pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak
mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku
usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan
konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual
kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa
tersebut
Pasal 25
(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang
pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib
memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila
pelaku usaha tersebut
a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku
cadang dan/atau fasilitas perbaikan
b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau
garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi
jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dan
tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan
atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan
b. cacat barang timbul pada kemudian hari3
c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai
kualifikasi barang;
d.kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun
sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan
Pasal 28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam
gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23
merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
10.
Sanksi
Sanksi adalah suatu tindakan yang diberikan kepada
penghuni yang melanggar peraturan, tata tertib, ketetapan dan keputusan yang
diberlakukan di Asrama TPB IPB.
Tujuan
- Membentuk kepribadian yang berdisiplin tinggi.
- Mengatur dan menjaga ketertiban dan keamanan di Lingkungan Asrama TPB IPB.
- Mendidik rasa tanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan.
- Menumbuhkan rasa empati.
- Menciptakan suasana kondusif yang dapat mendukung kegiatan di asrama.
A.
Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha
“Antitrust”
untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah
“dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti
istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu
“kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah
“monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling
dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar
tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya
kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang
lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang
permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian
Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999
tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang
Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
(1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek
monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih
pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang
dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Anti Monopoli.
B. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan
Usaha
1. Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
2. Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
C. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan
menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha
tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di
antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik,
telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta
sepenuhnya.
D. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli
dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313
KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai
subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai
suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap
satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun
tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan
”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih
sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli
di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum
dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1
Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk
tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang
lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan
tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang
dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam
UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
a. Oligopoli
b. Penetapan
harga
c. Pembagian
wilayah
d. Pemboikotan
e. Kartel
f. Trust
g. Oligopsoni
h. Integrasi
vertikal
i.
Perjanjian tertutup
j.
Perjanjian dengan pihak luar neger
- Perjanjian
yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
- Peleburan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau
lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha
baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha
yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir
karena hukum.
- Pengambilalihan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau
mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan
Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap
Perseroan/Badan Usaha tersebut
Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari
aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999).
Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut
berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan
munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang
bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha
tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu
kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku
usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena
itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan
sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi menghindarkan salah
tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha maupun bagi KPPU.
Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang sepuluh jenis
perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat
singkat, dalam satu kalimat saja.
E. Penyelesaian
Sengketa Ekonomi
1.
Pengertian Sengketa
Pengertian
sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik,
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
2.
Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Berikut ini adalah cara-cara untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin bisa
ditempuh oleh Warga dan TNI-AD dalam persoalan masalah sengketa
tanah yang mereka hadapi
a.
Negosiasi
Negosiasi adalah proses untuk mencapai kesepakatan
yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu dengan
sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang
lain.
Prasyaratan Negoisasi
yang efektif
·
Kemauan (Willingness) untuk menyelesaikan masalah dan
bernegoisasi secara sukarela;
·
Kesiapan (Preparedness) melakukan negoisasi;
·
Kewenangan (authoritative) mengambil keputusan;
·
Keseimbangan kekuatan (equal bergaining power) ada
sebagai saling ketergantungan
·
Keterlibatan seluruh pihak (steaholdereship) dukungan
seluruh pihak terkait;
·
Holistic (compehenship) pembahasan secara menyeluruh;
·
Masih ada komunikasi antara para pihak;
·
Masih ada rasa percaya dari para pihak
·
Sengketa tidak terlalu pelik
·
Tanpa prasangka dan segala komunikasiatau diskusi yang
terjadi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti
b.
Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang
tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri
utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses
musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah
atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak
sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala
sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Mediator yakni pihak yang memberimasukan-masukan
kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka
Prosedur Untuk Mediasi
·
Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis
hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator
supaya dilaksanakan mediasi.
·
Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan
penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
·
Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak
yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha
mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
·
Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil
perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis
yang memberikan penetapan.
Hal-hal lain
yang perlu
di perhatikan dalam Mediasi :
1. Para pihak
dapat di dampingi oleh penasehat hukum;
2. Para pihak
wajib menhadap kembali kepada majelis haim yang memeriksa perkara;
3. Kesepakatan
hasil mediasi di tandatangani oleh para pihak dan dapat dikukuhkan majelis
hakim sebagai akta perdamaian;
4. Jika mediasi
gagal, maka pernyataan dan pengakuan para pihak tidak dapat digunakan sebagai
alat bukti persidangan;
5. Mediator
tidak dapat dijadikan saksi di pengadilan;
6. Mediasi di
pengadilan tidak di pungut biaya, sedangkan di tempat lain biaya di bebenkan
kepada para pihak;
7. Mediasi oleh
hakim tidak dipungut biaya, sedangkan mediator bukan hakim ditangung oleh para
pihak atas kesepakatan
c.
Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa.
Dalam Pasal 53 Undang-undang terkait dinyatakan pula
bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang
mengikat dari Lembaga Arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu
perjanjian.
Lembaga arbitrase disini adalah badan yang dipilih
oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat
mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
Contoh Kasus Perlindungan Konsumen
1.
“Bedah Kasus Konsumen Fidusia”
Pengaduan konsumen tentang pembayaran angsuran motor
melalui jaminan fidusia masih marak terjadi hingga kini. Adanya kebutuhan
konsumen dan stimulus kemudahan dari sales perusahaan penjual motor menjadikan
proses jual-beli lebih mudah, bahkan bagi seorang tukang becak sekalipun
yang pendapatan hariannya relatif rendah. Permasalahan mulai timbul ketikakonsumen
tidak mampu membayar kredit motor, yang membuat erusahaan mencabut hak
penguasaan kendaraan secara langsung.
Pada umumnya praktek penjualan motor dilakukan sales
dengan iming-iming kemudahan memperoleh dana untuk pembayaran dengan
jaminan fidusia, dimana persyaratannya sederhana, cepat, dan mudah sehingga
konsumen kadang tidak pemperhitungkan kekuatan finansialnya. Sementara klausula
baku yang telah ditetapkan pelaku usaha diduga terdapat informasi terselubung
yang dapat merugikan konsumen. Untuk itu, mari kita cermati bedah kasus fidusia
di bawah ini:
Kasus Posisi
LAS yang berprofesi sebagai tukang becak, membeli
kendaraan sepeda motor Kawasaki hitam, selanjutnya NO meminjamkan identitasnya
untuk kepentingan LAS dalam mengajukan pinjaman pembayaran motor tersebut
dengan jaminan fidusia kepada PT. AF. Hal ini bisa terjadi karena fasilitasi
yang diberikan oleh NA, sales perusahaan motor tersebut.
Kemudian konsumen telah membayar uang muka sebesar Rp.
2.000.000,- kepada PT. AF dan telah mengangsur sebanyak 6 kali (per angsuran
sebesar Rp. 408.000,-). Namun ternyata pada cicilan ke tujuh, konsumen
terlambat melakukan angsuran, akibatnya terjadi upaya penarikan sepeda motor
dari PT. AF.
Merasa dirugikan, konsumen mengadukan masalahnya ke
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)Bojonegoro. Kemudian
karena tidak mampu melakukan Pembayaran, maka LAS menitipkan obyek sengketa
kepada LPKSM disertai berita acara penyerahan.Akibatnya LAS/NO dilaporkan oleh
PT. AF dengan dakwaan melakukan penggelapan dan Ketua LPKSM didakwa telah
melakukan penadahan.
Penanganan Kasus
Menyikapi kasus fidusia tersebut, BPKN bersama dengan
Direktorat Perlindungan Konsumen Departemen Perdagangan menurunkan Tim Kecil ke
Bojonegoro, untuk meneliti dan menggali 2 informasi kepada para pihak terkait.
Hasilnya dijadikan sebagai bahan kajian dan telaahan hukum pada Workshop Bedah
Kasus Pengaduan Konsumen melalui Lembaga Fidusia, sebagai berikut:
A. Ketentuan
dalam klausula baku
1. Pada umumnya
jual beli sepeda motor diikuti dengan perjanjian pokok yang merupakan klausula
baku.
Saat konsumen mencermatinya,
terdapat beberapa ketentuan yang seringkali muncul, namun tidak memenuhi
ketentuan Ps. 18 UU No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)
diantaranya sebagai berikut:
a.
menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan kendaraan bermotor yang dibeli konsumen;
b.
menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan fidusia
terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
c.
Mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya
sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti. Klausula baku tersebut sifatnya batal demi
hukum dan pelaku usaha wajib menyesuaikannya dengan ketentuan UUPK.
2.
Pendaftaran Jaminan Fidusia
PT. AF ternyata tidak mendaftarkan jaminan fidusia ke
Kantor Pendaftaran Fidusia, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 42 Tahun
1999.Akibatnya perjanjian jaminan fidusia menjadi gugur dan kembali ke
perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang piutang biasa (akta dibawah tangan).
Bila jaminan fidusia terdaftar, PT. AF memiliki hak eksekusi langsung (parate
eksekusi) untuk menarik kembali motor yang berada dalam penguasaan konsumen.
Namun bila tidak terdaftar, berarti PT. AF tidak memiliki hak eksekusi langsung
terhadap objek sengketa karena kedudukannya sebagai kreditor konkuren, yang
harus menunggu penyelesaian utang bersama kreditor yang lain.
3.
Hak Konsumen atas Obyek Sengketa
Konsumen telah membayar 6 kali angsuran, namun terjadi
kemacetan pada angsuran ketujuh.Ini berarti konsumen telah menunaikan sebagian
kewajibannya sehingga dapat dikatakan bahwa di atas objek sengketa tersebut
telah ada sebagian hak milik debitor (konsumen) dan sebagian hak milik
kreditor.
4.
Tips bagi Konsumen
Rendahnya daya tawar dan pengetahuan hukum konsumen
seringkali dimanfaatkan oleh lembaga pembiayaan yang menjalankan praktek jaminan
fidusia dengan akta di bawah tangan.
Untuk itu, perhatikanlah tips bagi konsumen sebagai
berikut:
1. Konsumen
dihimbau beritikad baik untuk selalu membayar angsuran secara tepat waktu.
2. konsumen
dihimbau untuk lebih kritis dan teliti dalam membaca klausula baku, terutama
mengenai:
a.
hak-hak dan kewajiban para pihak;
b.
kapan perjanjian itu jatuh tempo;
c.
akibat hukum bila konsumen tidak dapat memenuhi
kewajibannya (wanprestasi).
3. Bila
ketentuan klausula baku ternyata tidak sesuai dengan ketentuan UUPK dan UUF,
serta merugikan konsumen, maka pelaku usaha harus diminta untuk menyesuaikannya
dengan ketentuan tersebut.
4. Bila terjadi
sengketa, konsumen dapat memperjuangkan hak-haknya dengan meminta pertimbangan
dan penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
2.
"Jual Bakso Daging Celeng, Pria Ini
Dipidanakan"
Petugas dari Suku Dinas Peternakan, Perikanan, dan
Kelautan menunjukan merek bakso yang mengandung daging babi di mobil
laboratorium, Tomang, Jakarta Barat,Jumat (14/12). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat.
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang
pedagang daging giling terbukti menjual daging celeng yang disamarkan sebagai
daging sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso.
"Sudah diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging
celeng," kata Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas
Peternakan dan Perikanan Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut
Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan
Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis
Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti,"
kata Pangihutan.
Sutiman
selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk
penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku
Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di
laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging
babi hutan atau celeng.
Kepada para
anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli
daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di
Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi
bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan,
daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas
Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan
langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang
dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
Atas
perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan.
Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku
sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak
melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan
berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
Analisis :
Dapat kita lihat di kasus ini
terjadi dimana penjual daging ini tidak mengatakan kepada konsumennya bahwa
daging yang dia buat menjadi bakso itu adalah daging celeng. Kita harus ketahui
bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang atau jasa. Dan konsumen akan sangat dirugikan sekali bila
mereka mengetahui bahwa daging yang dibelinya itu tidak sesuai dengan
kemasannya yang tertulis daging sapi.
Dan sebagai pelaku usaha seharusnya
penjual daging ini memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi barang yang dijualnya. Pelaku telah melakukan perbuatan yang dilarang
oleh undang-undang dimana ketidaksesuaiaannya isi barang dengan label
kemasannya yang dituliskan daging sapi padahal didalamnya daging celeng.
Seperti yang dikatakan berita diatas,
pelaku terjerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, pasa ini berisikan bahwa :
1.
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal
17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2.
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan
Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
3.
Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat,
sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang
berlaku
Referensi :
Komentar
Posting Komentar