HUKUM PERDATA, HUKUM PERIKATAN, HUKUM PERJANJIAN
HUKUM PERDATA
Pada dasarnya kehidupan
antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu “hubungan”, baik hubungan
atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara
seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan,
sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh sebagai
akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan
permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan
seringkali menimbulkan permasalahan hukum.
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law)
dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat
atau hukum perdata.
Sejarah Hukum Perdata, hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang
disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu
dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di
Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code
de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis
menguasai Belanda
(1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih
dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis
(1813)
Pada Tahun 1814 Belanda
mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri
Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper
disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan
tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan
Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda
tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1830 dengan pembentukan dua kodifikasi
yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan di Belgia yaitu :
- BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
- WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW
merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa
Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
Ketentuan mengenai hukum
perdata ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) atau
lebih dikenal dengan BW (Burgelijke Wetboek).
Sistematika Hukum Perdata menurut BW
terdiri atas 4 buku:
BUKU
I
: Tentang orang (van personen)
Yaitu memuat hukum tentang
diri seseorang dan hukum keluarga.
BUKU
II :
Tentang benda (van zaken).
Yaitu memuat hukum kebendaan serta
hukum waris.
BUKU
III : Tentang
perikatan (van verbintenissen)
Yaitu memuat hukum kekayaan yang mengenai
hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau
pihak-pihak tertentu.
BUKU IV
: Tentang pembuktian dan daluarsa (van bewijs en verjaring) (memuat ketentuan
alat-alat bukti dan akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum).
Hukum perdata merupakan hukum yang
meliputi semua hukum “Privat materil”, yaitu segala hukum pokok yang mengatur
kepentingan-kepentingan perseorangan. Hukum perdata terdiri atas :
1.
Hukum Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Hal-hal yang diatur dalam hukum perkawinan adalah :
a.
Syarat untuk perkawinan
·
Pasal 7:
1)
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 (enam belas) tahun.
2)
Hak dan kewajiban suami istri
·
Pasal 31:
1)
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang
dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat.
2)
Masing-masing pihak berhak untuk melakukan
perbuatan hukum.
b.
Percampuran kekayaan
·
Pasal 35:
1)
Harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama.
2)
Harta bawaan dari masing-masaing suami dan
isteri,dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau
warisan,adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain.
c.
Pemisahan kekayaan
·
Pasal 36:
1)
Mengenai harta bersama,suami atau isteri
dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
2)
Mengenai harta bawaan masing-masing,suami
dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta
bendanya.
- Pembatalan perkawinan
- Perjanjian perkawinan
- Perceraian
2.
Hukum Kekeluargaan
Hukum kekeluargaan
mengatur tentang :
·
Keturunan
·
Kekuasaan orang tua (Outderlijke mactht)
·
Perwalian
·
Pendewasaan
·
Curatele
·
Orang hilang
3.
Hukum Benda
Tentang benda pada
umumnya
Pengertian yang paling luas dari perkataan “Benda” (Zaak) ialah
segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang.
1)
Tentang hak-hak kebendaan :
·
Bezit,
Ialah suatu keadaan lahir, dimana seorang
menguasai suatu benda seolah-olahkepunyaan sendiri, yang ole hukum
diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya
ada pada siapa.
·
Eigendom,
Ialah hak yang paling sempurna atas suatu
benda seorang yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat
berbuat apa saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan,, bahkan
merusak).
·
Hak-hak kebendaan di atas benda orang
lain,
Ialah suatu beban yang diletakkan di atas
suatu pekarangan untuk keperluan suatu pekarangan lain yang berbatasan.
·
Pand dan Hypotheek,
Ialah hak kebendaan ini memberikan
kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi dijadikan jaminan bagi
hutang seseorang.
·
Piutang-piutang yang diberikan
keistimewaan (privilage),
Ialah suatu keadaan istimewa dari seorang
penagih yang diberikan oleh undang-undang melulu berdasarka sifat piutang.
·
Hak reklame,
Ialah hak penjual untuk meminta kembali
barang yang telah dijualnya apabila pembeli tidak melunasi pembayarannya dalam
jangka waktu 30 hari.
4.
Hukum Waris
A. Hak mewarisi menurut undang-undang
B. Menerima atau menolak warisan
C. Perihal wasiat (Testament)
D. Fidei-commis
Ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris dengan ketentuan, ia
wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu waktu atau apabila si waris
itu sendiri telah meninggal warisan itu harus diserahkan kepada seorang lain
yang sudah ditetapkan dalam testament.
E. Legitieme portie
Ialah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat
dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
F.
Perihal pembagian warisan
G. Executeur-testamentair dan Bewindvoerder
Ialah orang yang akan
melaksanakan wasiat.
H. Harta peninggalan yang tidak terurus
5.
Hukum Perikatan
Ialah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan
mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan
pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Hukum perikatan terdiri atas :
a.
Perihal perikatan dan sumber-sumbernya
b.
Macam-macam perikatan
c.
Perikatan-perikatan yang lahir dari
undang-undang
d.
Perikatan yang lahir dari perjanjian
e.
Perihal resiko, wanprestasi dan keadaan
memaksa
f.
Perihal hapusnya perikatan-perikatan
g.
Beberapa perjanjian khusus yang penting
SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN
Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu
pengetahuan dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.
Hukum Perorangan atau Badan Pribadi
(personenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek
hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat
tinggal(domisili)dan sebagainya.
2.
Hukum Keluarga (familierecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan
seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan
anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.
3.
Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti
perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
4.
Hukum Waris(erfrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal
dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang
meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.
PERKEMBANGAN PEMBAGIAN HUKUM PERDATA
Pada mulanya zaman Romawi secara garis
besar terdapat 2 kelompok pembagian hukum,yaitu:
1.
Hukum Publik Adalah hukum yang
menitikberatkan kepada perlindungan hukum,yang diaturnya adalah hubungan antara
negara dan masyarakat.
2.
Hukum Privat Adalah kumpulan hukum yang menitikberatkan pada kepentingan
individu. Hukum Privat ini biasa disebut Hukum Perdata atau Hukum Sipil.
Pada perkembangannya Hukum Perdata/Privat
ada 2 pengertian:
1.
Hukum Perdata dalam arti luas, yaitu:
Hukum Perdata yang termuat dalam KUHS/Burgerlijk Wetboek/BW ditambah dengan
hukum yang termuat dalam KUHD/WvK(Wetboek van Koophandel)
2.
Hukum Perdata dalam arti sempit,yaitu:
Hukum Perdata yang termuat dalam KUHS itu sendiri.
Hukum Perdata di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 3 kelompok:
1.
Hukum Perdata Adat: Berlaku untuk
sekelompok ada.
2.
Hukum Perdata Barat: Berlaku untuk
sekelompok orang Eropa dan Timur Asing.
3.
Hukum Perdata Nasional: Berlaku untuk
setiap orang,masyarakat yang ada di Indonesia
Berdasarkan realita yang ada,masih secara
formal ketentuan Hukum Perdata Adat masih berlaku(misalnya Hukum Waris)
disamping Hukum Perdata Barat.
Unifikasi Hukum Perdata: Penseragaman
hukum atau penyatuan suatu hukum untuk diberlakukan bagi seluruh bangsa di
seluruh wilayah negara Indonesia.
Kodifikasi: Suatu pengkitaban jenis-jenis
hukum tertentu secara lengkap dan sistematis.
HUKUM
PERIKATAN
A. Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di
mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam
bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam
bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum
Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu
dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Beberapa sarjana juga telah
memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan
yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau
lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain
berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Di dalam perikatan ada perikatan
untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan
perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya
positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan
perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya;
perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi
sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak
B. Dasar hukum perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi
karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela
( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1.
Perikatan (
Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.
Persetujuan (
Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.
Undang-undang (
Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
C. Azas-azas hukum perikatan
1)
ASAS
KONSENSUALISME
Asas
konsnsualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUHPdt.
Pasal 1320 KUHPdt
: untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat sarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.
Kecakapan untuk
membuat suatu perjanjian
3.
suatu hal
tertentu
4.
suatu sebab
yang halal.
Pengertian kesepakatan dilukiskan dengan sebagai
pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak ASAS-ASAS HUKUM
PERIKATAN
2)
ASAS PACTA SUNT
SERVANDA
Asas pacta sun
servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt:
- Perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang….”
- Para pihak
harus menghormati perjanjian dan melaksanakannya karena perjanjian itu
merupakan kehendak bebas para pihakASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
3)
ASAS KEBEBASAN
BERKONTRAK
Pasal 1338 KUHPdt
: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi
mereka yang membuatnya”.
Ketentuan
tersebut memberikan kebebasan parapihak untuk :
- Membuat atau
tidak membuat perjanjian;
- Mengadakan
perjanjian dengan siapapun;
- Menentukan
isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
- Menentukan
bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.ASAS-ASAS HUKUM PERIKATAN
Di samping
ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan
nasional, yaitu :
1. Asas kepercayaan;
2.
Asas persamaan
hukum;
3.
Asas
keseimbangan;
4.
Asas kepastian
hukum;
5.
Asas moral;
6.
Asas kepatutan;
7.
Asas kebiasaan;
8.
Asas
perlindungan;
4) Hapusnya Perikatan
Dalam KUHpdt
(BW) tidak diatur secara khusus apa yang dimaksud berakhirnya perikatan, tetapi
yang diatur dalam Bab IV buku III BW hanya hapusnya perikatan. Pasal 1381
secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut
adalah:
·
Pembayaran.
·
Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
·
Pembaharuan
utang (novasi).
·
Perjumpaan
utang atau kompensasi.
·
Percampuran
utang (konfusio).
·
Pembebasan
utang.
·
Musnahnya
barang terutang.
·
Batal/
pembatalan.
·
Berlakunya
suatu syarat batal.
·
Dan lewatnya
waktu (daluarsa).
Terkait dengan Pasal 1231 perikatan
yang lahir karena undang-undang dan perikatan yang lahir karena perjanjian. Maka
berakhirnya perikatan juga demikian. Ada perikatan yang berakhir karena
perjanjian seperti pembayaran, novasi, kompensasi, percampuran utang,
pembebasan utang, pembatalan dan berlakunya suatu syarat batal. Sedangkan
berakhirnya perikatan karena undang–undang diantaranya; konsignasi, musnahnya
barang terutang dan daluarsa.
Agar berakhirnya perikatan tersebut
dapat terurai jelas maka perlu dikemukakan beberapa item yang penting, perihal
defenisi dan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya sehinga suatu perikatan/
kontrak dikatakan berakhir:
·
Pembayaran
Berakhirnya kontrak karena pembayaran dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 1382
BW sampai dengan Pasal 1403 BW. Pengertian pembayaran dapat ditinjau secara
sempit dan secara yuridis tekhnis.
Pembayaran
dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur,
pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan
pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi
juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur
atau guru privat.
Suatu maslah
yang sering muncul dalam pembayaran adalah masalah subrogasi. Subrogasi adalah
penggantian hak-hak siberpiutang (kreditur) oleh seorang ketiga yang membayar
kepada siberpiutang itu. Setelah utang dibayar, muncul seorang kreditur yang
baru menggantikan kreditur yang lama. Jadi utang tersebut hapus karena
pembayaran tadi, tetapi pada detik itu juga hidup lagi dengan orang ketiga
tersebut sebagai pengganti dari kreditur yang lama.
·
Konsignasi
Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan
oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya,
dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di
pengadilan.
·
Novasi Novasi
diatur dalam Pasal 1413 Bw s/d 1424 BW. Novasi adalah sebuah persetujuan,
dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain
harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga macam jalan
untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
1. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan
utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama
yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
2. Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk
menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari
perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
3. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang
kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si
berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif).
·
Kompensasi
Kompensasi atau
perjumpaan utang diatur dalam Pasal 1425 BW s/d Pasal 1435 BW. Yang dimaksud
dengan kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling
memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur
(vide: Pasal 1425 BW). Contoh: A menyewakan rumah kepada si B seharga RP
300.000 pertahun. B baru membayar setengah tahun terhadap rumah tersebut yakni
RP 150.000. Akan tetapi pada bulan kedua A meminjam uang kepada si B sebab ia
butuh uang untuk membayar SPP untuk anaknya sebanyak Rp 150.000. maka yang
demikianlah antara si A dan si b terjadi perjumpaan utang.
·
Konfusio atau
percampuran utang diatur dalam Pasal 1436 BW s/d Pasal 1437 BW. Konfusio adalah
percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai
kreditur menjadi satu (vide: Pasal 1436). Misalnya si debitur dalam suatu
testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin
dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.
HUKUM
PERJANJIAN
Pengertian
Hukum Perjanjian
Dalam Pasal 1313
KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Para ahli hukum mempunyai
pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian, yaitu:
1.
Abdulkadir Muhammad
mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau
lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta
kekayaan.
2.
Menurut J.Satrio
perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam
arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat
hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan,
perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya
ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja,
seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.
Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari
bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian
yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah
ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat
terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah Suatu kontrak
tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan
seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir
tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut
ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif
tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya
dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau
hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang
sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku
sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan
adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak
seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks,
suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi
suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi
lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeprburuk.
Macam –
Macam Perjanjian
1)
Perjanjian dengan
Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban. Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah
suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang
lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2)
KUHPerdata). Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah
satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu
manfaat bagi dirinya sendiri.
2)
Perjanjian sepihak dan
perjanjian timbal balik. Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian
dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Perjanjian
timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada
kedua belah pihak.
3)
Perjanjian konsensuil,
formal dan, riil. Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah
apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian
tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan
suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah
suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus
diserahkan.
4)
Perjanjian bernama,
tidak bernama dan, campuran. Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian
dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu
dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak
bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian
campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit
dikualifikasikan.
Syarat-syarat
sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka
perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan
pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya
suatu perjanjian, yaitu :
1)
Sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya. Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya
perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian
yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh
disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu
pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2)
Kecakapan untuk
membuat suatu perikatan. Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya
manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi
ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk
membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka
yang berada dibawah pengampunan.
3)
Mengenai suatu hal
tertentu. Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang
telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi
perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas.
Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan
ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4)
Suatu sebab yang
halal. Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab
dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat
pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang
atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini
dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
Saat
Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat
lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a.
Kesempatan penarikan
kembali penawaran;
b.
Penentuan resiko;
c.
Saat mulai dihitungnya
jangka waktu kadaluwarsa;
d.
Menentukan tempat
terjadinya perjanjian.
Pelaksanaan
Perjanjian
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi
bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam
pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa yang
mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka yang menjadi subjek
dalam kontrak itu.
Pembatalan perjanjian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan
oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan
wanprestasi atau ingkar janji.
Wanprestasi
adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang
dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan
dalam kontrak.
Ada tiga bentuk
ingkar janji, yaitu :
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2. Terlambat memenuhi prestasi, dan
3. Memenuhi prestasi secara tidak sah
Pengertian
Prestasi
Pengertian
prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu
pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah
mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition”
sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
Model-model
dari prestasi (Pasal 1234 KUH Perdata), yaitu berupa :
a.
Memberikan
sesuatu;
b.
Berbuat
sesuatu;
c.
Tidak berbuat
sesuatu
Pengertian
Wanprestasi
Pengertian
wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi
atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak
tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
Tindakan
wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan
untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti
rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang
dirugikan karena wanprestasi tersebut.
Tindakan
wanprestasi ini dapat terjadi karena:
a.
Kesengajaan;
b.
Kelalaian;
c.
Tanpa kesalahan
(tanpa kesengajaan atau kelalaian)
Kecuali tidak
dilaksanakan kontrak tersebut karena alasan-alasan force majeure, yang
umumnya memang membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi (untuk sementara
atau selama-lamanya).
Akibat
munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk
menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi.
Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada
pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak
yang menyebabkan kerugian berupa :
- Pemenuhan
perikatan
- Ganti rugi
- Pembatalan
persetujuan timbal balik
Sumber:
-https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&sqi=2&ved=0ahUKEwjpgPK8kYLNAhVIO48KHVZKCL8QFgg9MAQ&url=http%3A%2F%2Fwww.hukumonline.com%2Fklinik%2Fdetail%2Flt4c3d1e98bb1bc%2Fhukum-perjanjian&usg=AFQjCNFKnRpE3zURe8NwGh4MU1cb2AIMyA&sig2=0uc3n_k1RrpiAC63idDozg
-
http://srirahayu-myblog.blogspot.co.id/2013/06/hukum-perjanjian.html
-
http://budipratiko9.blogspot.co.id/2015/04/hukum-perikatan-hukum-perjanjian-dan.html
-
https://dewimanroe.wordpress.com/2013/05/11/hukum-perikatan/
-
http://www.hukumpedia.com/bintangpartogi/hukum-perikatan
- https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
-
https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-perdata/
-
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-hukum-perdata.html
Komentar
Posting Komentar