K E M I S K I N A N
K
E M I S K I N A N
Kemiskinan adalah keadaan
dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan,
pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat
disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Pemahaman
kemiskinan mencakup:
- Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
- Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
- Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.
Kemiskinan
banyak dihubungkan dengan:
- penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
- penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
- penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
- penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
- penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Kemiskinan di Indonesia
Antara
pertengahan tahun 1960-an sampai tahun 1996, waktu Indonesia berada dibawah
kepemimpinan Pemerintahan Orde Baru Suharto,
tingkat kemiskinan di Indonesia menurun drastis - baik di desa maupun di kota -
karena pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat dan adanya program-program
penanggulangan kemiskinan yang efisien. Selama pemerintahan Suharto angka
penduduk Indonesia yang tinggal di bawah garis kemiskinan menurun drastis, dari
awalnya sekitar setengah dari jumlah keseluruhan populasi penduduk Indonesia,
sampai hanya sekitar 11 persen saja. Namun, ketika pada tahun 1990-an Krisis Finansial Asia
terjadi, tingkat kemiskinan melejit tinggi, dari 11 persen menjadi 19.9 persen
di akhir tahun 1998, yang berarti prestasi yang sudah diraih Orde Baru hancur
seketika.
Tabel berikut ini memperlihatkan angka
kemiskinan di Indonesia, baik relatif maupun absolut:
Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia:
Statistik Kemiskinan dan Ketidaksetaraan di Indonesia:
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
Kemiskinan
Relatif
(% dari populasi) |
17.8
|
16.6
|
15.4
|
14.2
|
13.3
|
12.5
|
11.7
|
11.5
|
11.0
|
Kemiskinan
Absolut
(dalam jutaan) |
39
|
37
|
35
|
33
|
31
|
30
|
29
|
29
|
28
|
Koefisien
Gini/
Rasio Gini |
-
|
0.35
|
0.35
|
0.37
|
0.38
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
-
|
Sumber: Bank
Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Tabel
di atas menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan. Namun,
pemerintah Indonesia menggunakan persyaratan dan kondisi yang tidak ketat
mengenai definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang
lebih positif dari kenyataannya. Tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan
garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp.
312,328. Jumlah tersebut adalah setara dengan USD $25 yang dengan demikian
berarti standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia
sendiri. Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank
Dunia, yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan
penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah
garis kemiskinan, maka persentase tabel di atas akan kelihatan tidak akurat
karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut
Bank Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari
USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun
2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di
bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia
menyatakan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 60 juta
jiwa) hidup sedikit di atas garis kemiskinan.
Dalam
beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan
penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan
melambat di masa depan. Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu
keluar dari kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang
berarti tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari
kemiskinan. Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang
berada di bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu
untuk bangkit. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat
kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya.
Tantangan Kemiskinan pada 2015
Kemiskinan
menjadi momok dalam masyarakat. Berbagai upaya dilakukan untuk mengentaskan
kemiskinan, tetapi angka kemiskinan tidak turun secara signifikan. Jumlah
penduduk miskin pada tahun 2015 diprediksi mencapai 30,25 juta orang atau
sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Kenaikan
jumlah penduduk miskin ini disebabkan beberapa faktor, termasuk kenaikan harga
BBM, inflasi, dan pelemahan dolar. Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad
Juwaini mengatakan, berdasarkan kajian, kolaborasi ketga faktor tersebut bisa
menambah angka kemiskinan sebesar satu persen.
Jika
berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin pada tahun 2014, presentase
penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25 persen atau 28,28 juta jiwa, maka
pada 2015 ada tambahan penduduk miskin sekitar 1,9 juta jiwa.
Dari berbagai
upaya yang dilakukan ternyata masih banyak masyarakat yang rawan miskin dan
berpotensi kembali miskin sehingga pengentasan kemiskinan tak kunjung selesai.
Berdasarkan data 60 juta keluarga miskin yang ada selama tahun 2008-2010, sekitar
1,5 juta rumah tangga miskin berhasil keluar dari kategori miskin tetapi masih
rentan terhadap kemiskinan. Sebanyak 2,1 juta keluarga miskin berhasil keluar
dari kategori sangat miskin tetapi tetap miskin.
Sebanyak 0,9
juta keluarga miskin berhasil keluar dari kondisi sangat miskin tetapi jatuh
lagi dalam kemiskinan. Sementara, 1,5 juta keluarga miskin masih berada dalam
kemiskinan yang kronis. Dia mengatakan, ada program prioritas wajib, yakni
sektor pendidikan, kesehatan, dan perumahan yang terus dilakukan untuk
mengentaskan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan antara penduduk miskin dan
kaya.
Belum lagi,
Indonesia masih memiliki 100 kabupaten/kota yang indeks kesejahteraannya masih
rendah. Lokasi ini terkonsentrasi di wilayah Indonesia timur meskipun secara
jumlah penduduk miskin banyak terdapat di pulau Jawa. Ke depan, kata dia
pemerintah akan berupaya menciptakan lapangan kerja, terutama di wilayah
Indonesia timur.
Berdasarkan
data BPS, secara persentase penduduk miskin cederung menurun, tetapi secara
riil jumlah penduduk miskin terus bertambah. Hal itu setidaknya terlihat sejak
tahun 2013. Pada tahun 2013, penduduk miskin 11,37 persen dengan jumlah
mencapai 28,07 juta jiwa.
Pemerintah
akan membuat skema baru untuk mengentaskan kemiskinan. Pemerintah mengatakan,
pembangunan di wilayah Indonesia timur akan menjadi prioritas. Perluasan
perlindungan sosial dan pelayanan sosial masih menjadi isu mendasar, misalnya
perihal tercukupinya layanan kesehatan dan pendidikan.
Namun,
berbagai bantuan seperti Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang menjadi salah satu
instrumen pengentasan kemiskinan belum semuanya efektif diberikan. Pasalnya,
meskipun bantuan siswa miskin cukup besar tetapi tidak sampai 25 persen masyarakat
mau memanfaatkan hal ini.
Pemerintah
saat ini sedang mematangkan skema baru agar bantuan program kemiskinan bisa
dimanfaatkan dengan baik. Selanjutnya, pemerintah juga akan mengevaluasi empat
klaster pengentasan kemiskinan yang selama ini sudah dibuat. Misalnya, dalam
hal pengentasan kemiskinan berbasis UMKM dalam bentuk penyaluran Kredit Usaha
Rakyat (KUR).
Selama ini
ternyata KUR belum menyasar 40 persen penduduk dengan penghasilan
terendah. Sebanyak 50 persen dana KUR dimanfaatkan oleh masyarakat kelas
menengah. Sisanya baru dimanfaatkan untuk usaha kecil dan mikro. Alhasil, bukan
masyarakat dengan penghasilan terendah yang terbantu melalui program ini.
Penanggulangan Kemiskinan di
Indonesia
Krisis
Ekonomi tahun 1998 memberikan hantaman yang besar terhadap perekonomian
nasional, termasuk meningkatnya angka kemiskinan masyarakat yang naik menjadi
49,50 Juta atau sekitar 24,23 % dari jumlah penduduk Indonesia, dari hanya
34,01 Juta (17,47 %) pada tahun 1996. Untuk mengurangi angka kemiskinan akibat
krisis ekonomi tersebut, pemerintah kemudian menetapkan upaya penanggulangan
kemiskinan sebagai salah satu prioritas pemerintah Indonesia.
Pelaksanaan
program penanggulanan kemiskinan yang dilakukan sejak tahun 1998 sampai saat
ini, secara umum mampu menurunkan angka kemiskinan Indonesia yang
berjumlah 47,97 Juta atau sekitar 23,43 % pada tahun 1999 menjadi 30,02 Juta
atau sekitar 12,49 % pada tahun 2011. Berdasarkan Worldfactbook, BPS, dan World
Bank, di tingkat dunia penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia termasuk
yang tercepat dibandingkan negara lainnya. Tercatat pada rentang tahun 2005
sampai 2009 Indonesia mampu menurunkan laju rata-rata penurunan jumlah penduduk
miskin per tahun sebesar 0,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian
negara lain misalnya Kamboja, Thailand, Cina, dan Brasil yang hanya berada di
kisaran 0,1% per tahun.
Pemerintah
saat ini memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan yang terintegrasi
mulai dari program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan sosial, program
penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat serta program
penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan usaha kecil, yang
dijalankan oleh berbagai elemen Pemerintah baik pusat maupun daerah.
Untuk
meningkatkan efektifitas upaya penanggulangan kemiskinan, Presiden telah
mengeluarkan Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, yang bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan hingga
8 % sampai 10 % pada akhir tahun 2014.
Terdapat
empat strategi dasar yang telah ditetapkan dalam melakukan percepatan
penanggulangan kemiskinan, yaitu:
- Menyempurnakan program perlindungan sosial
- Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar
- Pemberdayaan masyarakat, dan
- Pembangunan yang inklusif
Strategi 1:
Memperbaiki Program Perlindungan Sosial
Prinsip
pertama adalah memperbaiki dan mengembangkan sistem perlindungan sosial bagi
penduduk miskin dan rentan. Sistem perlindungan sosial dimaksudkan untuk
membantu individu dan masyarakat menghadapi goncangan-goncangan (shocks) dalam
hidup, seperti jatuh sakit, kematian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan,
ditimpa bencana atau bencana alam, dan sebagainya. Sistem perlindungan sosial
yang efektif akan mengantisipasi agar seseorang atau masyarakat yang mengalami
goncangan tidak sampai jatuh miskin.
Strategi 2:
Meningkatkan Akses Terhadap Pelayanan Dasar
Prinsip
kedua dalam penanggulangan kemiskinan adalah memperbaiki akses kelompok
masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. Akses terhadap pelayanan
pendidikan, kesehatan, air bersih dan sanitasi, serta pangan dan gizi akan
membantu mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh kelompok masyarakat
miskin. Disisi lain peningkatan akses terhadap pelayanan dasar mendorong
peningkatan investasi modal manusia (human capital).
Strategi 3: Pemberdayaan
Kelompok Masyarakat Miskin
Prinsip
ketiga adalah upaya memberdayakan penduduk miskin menjadi sangat penting untuk
meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan penanggulangan kemiskinan. Dalam
upaya penanggulangan kemiskinan sangat penting untuk tidak memperlakukan
penduduk miskin semata-mata sebagai obyek pembangunan. Upaya untuk
memberdayakan penduduk miskin perlu dilakukan agar penduduk miskin dapat
berupaya keluar dari kemiskinan dan tidak jatuh kembali ke dalam kemiskinan.
Strategi 4:
Pembangunan Inklusif
Prinsip
keempat adalah Pembangunan yang inklusif yang diartikan sebagai pembangunan
yang mengikutsertakan dan sekaligus memberi manfaat kepada seluruh masyarakat.
Partisipasi menjadi kata kunci dari seluruh pelaksanaan pembangunan. Fakta di berbagai
negara menunjukkan bahwa kemiskinan hanya dapat berkurang dalam suatu
perekonomian yang tumbuh secara dinamis. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang
stagnan hampir bisa dipastikan berujung pada peningkatan angka kemiskinan.
Pertumbuhan harus mampu menciptakan lapangan kerja produktif dalam jumlah
besar. Selanjutnya, diharapkan terdapat multiplier effect pada peningkatan
pendapatan mayoritas penduduk, peningkatan taraf hidup, dan pengurangan angka
kemiskinan.
R e f
e r e n s I :
Komentar
Posting Komentar